NAMA : ARIEN KURNIAWAN. H
NPM : 21210064
KELAS : 3 EB 20
Perilaku korupsi di jajaran birokrasi pemerintahan saat ini
tergolong sangat parah. Jika diibaratkan penyakit dalam tubuh manusia, tak
ubahnya seperti penyakit kanker ganas yang akar-akarnya sudah menjalar ke
seluruh bagian tubuh. Meski belum sampai kepada ajal, penderitaan akibat dari
penyakit ini sungguh amat menyakitkan.
Saat ini
kita dapat menyaksikan berbagai peristiwa yang memilukan, sebagai akibat
langsung maupun tidak langsung dari penyakit ini. Jumlah orang miskin di
Indonesia masih tergolong tinggi, ribuan orang terpaksa harus antri untuk
menerima Bantuan Langsung Tunai. Banyak orang harus berduyun-duyun untuk menerima
zakat, yang besarnya tidak seberapa. Di Jakarta ditemukan sekelompok orang yang
terpaksa memakan daging dan makanan lainnya yang diambil dari tumpukan sampah.
Banjir terjadi dimana-mana, karena hasil hutannya dikorupsi secara
besar-besaran. Angka Indeks Pengembangan Sumber Daya Manusia masih sangat
memprihatinkan, karena dana pendidikan juga tidak luput dari keganasan serangan
penyakit ini. Ketidakadilan dalam hukum masih dirasakan di berbagai belahan
wilayah hukum kita, karena para penegak hukumnya sangat rentan terhadap
serangan penyakit ini. Tentunya masih banyak lagi penderitaan-penderitaan
lainnya. Penyakit ini telah menyerang tubuh mulai dari ujung kepala hingga ke
ujung kaki Di bagian kepala, kita telah menyaksikan jenis penyakit yang menyengsarakan
rakyat ini, sebagaimana diperagakan oleh oknum anggota DPR, oknum Menteri,
oknum Kejaksaan Agung, oknum Bank Indonesia, oknum Mabes POLRI, dan oknum KPU.
Di bagian tubuh tengah atau sebut saja bagian dada dan perut, kita juga telah
menyaksikan oknum Gubernur dan beberapa pejabat lainnya di tingkat provinsi.
Sementara di bagian kaki, ada beberapa Bupati, sejumlah anggota DPRD
Kabupaten/Kota, dan sejumlah pejabat lainnya yang berada di wilayah bagian
kaki, termasuk mereka yang berada di bagian telapak kaki.
Sebagian
dari mereka, ada yang sudah jelas-jelas dinyatakan terkena penyakit dan sedang
menjalani pengobatan di beberapa Lembaga Pemasyarakatan dan sebagian lagi ada
yang masih dalam taraf dugaan (suspected) dan sedang menjalani proses
diagnosis. Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk
siap-siap menjalani pengobatan pula.
Kanker
ganas yang menyerang bagian kepala biasanya jauh lebih berbahaya, karena di
sana terdapat otak yang berfungsi sebagai pusat pengendali aktivitas kehidupan
Begitu juga dengan penyakit korupsi, korupsi pada bagian kepala, kerugian yang
diderita negara bisa mencapai milyaran bahkan trilyunan rupiah. Sementara
korupsi di tingkat telapak kaki mungkin hanya bernilai recehan, tetapi ibarat
penyakit kanker, meski berada di bagian telapak kaki dan bersifat recehan, jika
dibiarkan tetap saja akan membahayakan dan merugikan. Kebijakan Otonomi Daerah,
yang semula bertujuan untuk memberdayakan masyarakat di tingkat bawah (grass
root), malah disinyalir telah semakin mendorong tumbuh suburnya korupsi di
bagian kaki ini. Bahkan tingkat bahayanya pun hampir sudah bisa menandingi
penyakit korupsi di bagian kepala.
Begitu
parahnya penyakit korupsi di Indonesia, ternyata tidak hanya terjadi pada saat
berada di dalam negeri atau kampung halaman sendiri, ketika berada di luar
negeri sekalipun, penyakit ini masih terbawa-bawa, seperti apa yang dilakukan
oleh oknum Duta Besar dan Konsulat Jenderal.. Memang sudah sangat
keterlaluan cara-cara korupsi yang dilakukan anak bangsa ini, jangan-jangan
suatu saat ketika sedang dijerumuskan ke dalam neraka jahanam pun, masih ada
orang Indonesia yang nekad berbuat korupsi. Akibat penyakit korupsi yang
sudah sangat akut dan kronis ini, maka tidak mengherankan jika saat ini
Indonesia dinyatakan sebagai lima besar negara terkorup di dunia.
Sungguh menjadi ironis, ketika bangsa lain sedang berusaha membangun negaranya
untuk dapat menjadi negara SUPER POWER yang disegani dan dihormati oleh
bangsa lainnya, yang terjadi di Indonesia malah ramai-ramai orang berkorupsi
membentuk negara SUPER CORRUPT.
Untuk
menyembuhkan penyakit korupsi yang demikian parah ini, akhirnya datanglah
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Kehadiran KPK dapat diibaratkan sebagai Dokter Spesialis Korupsi dan
sebagaimana layaknya seorang Dokter Spesialis, kemampuan dan komitmennya pasti
lebih unggul. Peralatan dan metode yang digunakan pun tidak lagi menggunakan
cara-cara konvensional, dan hasilnya boleh dikatakan tidak terlalu
mengecewakan, setidaknya bisa mengurangi beban penderitaan sang pasien.
Beberapa kasus yang telah disebutkan di atas, diantaranya merupakan hasil
diagnosis dan kerja keras dari KPK, sang Dokter Spesialis Korupsi ini.
Mungkin
karena usianya relatif masih muda, langkah-langkah yang diambil sang Dokter
Spesialis Korupsi ini pun tampaknya belum bisa menjangkau seluruh bagian tubuh,
baru bagian-bagian tubuh tertentu saja. Andaikan Dokter Spesialis Korupsi ini
terus bergerak melakukan kiprahnya secara konsisten, maka hampir bisa dipastikan
ke depannya akan semakin banyak ditemukan bagian-bagian tubuh yang terjangkiti
penyakit, baik yang berada di bagian kepala, perut, maupun telapak kaki, dan
orang-orang yang perlu dirawat pun akan semakin bertambah.
Seharusnya
pekerjaan mendiagnosis penyakit korupsi ini dilakukan oleh lembaga Kejaksaan
dan Kepolisian, namun kedua lembaga penegakan hukum ini tampaknya sedang
dirundung penyakit yang sama, bahkan diduga kondisinya jauh lebih parah. Tidak
sedikit kasus korupsi yang ditangani kedua lembaga tersebut, bukannya menjadi
sembuh tapi malah menjadi semakin parah, karena bentuk dan metode pengobatan
yang digunakannya menyimpang dari prosedur seharusnya alias memberantas
korupsi dengan cara korupsi lagi ! Bagi oknum jaksa atau polisi yang sudah
terserang penyakit ini, kehadiran KPK mungkin akan dianggap sebagai kompetitor
yang telah merebut lahan bisnisnya sekaligus juga ancaman bagi dirinya.
Tentunya
kita semua berharap, penyakit korupsi ini dapat segera sembuh secara tuntas.
Kita tidak menghendaki esok atau lusa ada orang lain yang berucap: “TURUT
BERDUKA CITA, TELAH BERPULANG KE RAHMATULLAH SEBUAH NEGERI YANG BERNAMA
INDONESIA”, MENINGGAL DISEBABKAN OLEH PENYAKIT KORUPSI YANG TAK TEROBATI.