Kamis, 10 Maret 2011

Teori Strategi Pembangunan dan Rencana Pembangunan Indonesia

1. Teori-teori Pembangunan
Pembangunan merupakan konsep normatif yang mengisyaratkan pilihan-pilihan tujuan untuk mencapai apa yang disebut sebagai realisasi potensi manusia. Pembangunan tidak sama maknanya dengan modernisasi, jika kita memahami secara jelas mengenai makna sesungguhnya dari hakikat pembangunan itu sendiri. Dalam Economic Development in THe Third, Todaro, (2000) mengatakan:
Kartasamita (1996) mengatakan pembangunan adalah usaha meningkatkan harkat martabat masyarakat yang dalam kondisinya tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.A Membangun masyarakat berarti memampukan atau memandirikan mereka. Dimulainya proses pembangunan dengan berpijak pada pembangunan masyarakat, diharapkan akan dapat memacu partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan itu sendiri.
Menurut Tjokrowinoto (1997), batasan pembangunan yang nampaknya bebas dari kaitan tata nilai tersebut dalam realitasnya menimbulkan interpretasi-interpretasi yang seringkali secara diametrik bertentangan satu sama lain jehingga mudah menimbulkan kesan bahwa realitas pembangunan pada hakikatnya merupakan self project reality. Sumber perbedaan pendapat ini pun bermacam-macam, mulai dari perbedaan dalam perspektif epistemologik-ontologik pada tingkat filsafat, sampai pada perbedaan penilaian atas definisi pembangunan sebagaimana diwujudkan pembangunan itu sendiri dalam konteks empirik.
Budiman (1995) membagi teori pembangunan ke dalam tiga kategori baser yaitu teori modernisasi, dependensi dan paska dependensi. Teori modernisasi menekankan pada faktor manusia dan budayanya yang dinilai sebagai elemen fundamental dalam proses pembangunan. Kategori ini dipelopori orang-orang seperti:
(a) Harrod-Domar dengan konsep tabungan dan investasi (saving and invest at ion), (b) Weber dengan tesis etika protestan dan semangat kapitalisme (the protestant ethic and the spirit of capitalism), (c) McClelland dengan konsep kebutuhan berprestasi (need for achievement, n-ach), (d) Rostow dengan lima tahap pertumbuhan ekonomi (the five stage of economic growth), (e) Inkeles dan Smith dengan konsep manusia modern, serta (f) Hoselitz dengan konsep faktor-faktor non-ekonominya.

2. Kebijakan Pembangunan Nasional

Pembangunan di Indonesia senantiasa diarahkan agar perekonomian Indonesia mengalami akselerasi pertumbuhan yang tinggi, baik pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP I) maupun Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II). Pemerintah Indonesia berpedoman bahwa persoalan pertumbuhan ekonomi adalah masalah ekonomi jangka panjang, sehingga mesti diletakkan dalam setiap kerangka pembangunan jangka panjang. Jangka waktu yang relatif lama (20-25 tahun) tersebut dipergunakan untuk mengukur berapa sebenamya capaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang telah diraih. Pada PJP I misalnya, pertumbuhan ekonomi direncanakan mengalami peningkatan secara bertahap pada kisaran 6,2% per tahun. Pada PJP II, pertumbuhan ekonomi yang diharapkan meningkat 7,3%. Sasarannya adalah peningkatan pendapatan per kapita $ 2600 pada akhir PJP II (RPJ Nasional 2005-2025).
3. Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah dalam Perspektif Otonomi

Kebijakan otonomi daerah berakar dari konsep ten-tang desentralisasi, yakni pelimpahan sebagian wewenang yang dimiliki pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Konsep desentralisasi sendiri merupakan kebalikan dari sistem sentralisasi di mana seluruh kewenangan dikuasai oleh pemerintah pusat. Kaho (1998) menyatakan bahwa desentralisasi adalah suatu sistem dalam mana bagian dari tugas-tugas negara diserahkan penyelenggaraannya kepada organ atau institusi yang mandiri. Institusi ini berkewajiban untuk melaksanakan wewenang seusai dengan kehendak dan inisiatif programnya sendiri.
Perspektif politik desentralisasi {political decentralization perspective) seperti fokus studi dari Mawhood (1987), Goldberg (1996), Kingsley (1996), Sherwood (1994), Rondinelli (1998) dan banyak pakar lain merupakan kontribusi atas perkembangan pemerintahan modern yang bersifat devolutif. Secara prinsip dikemukakan bahwa desentralisasi adalah devolusi kekuasaan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah {the devolution of power from central to local government) (Putra, 2004).
4. Paradigma Baru Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah

Menurut Kuncoro (2004), teori pembangunan yang ada selama ini memang belum berhasil mengupas secara tuntas mengenai kegiatan-kegiatan pembangunan ekonomi yang ada di daerah. Karena itulah sangat penting untuk melakukan perumusan ulang paradigma baru perencanaan pembangunan ekonomi daerah yang iebih komprehensif diperlukan suatu sintesis di antara berbagai pendekatan yang ada sehingga bisa dihasilkan rumusan baru tentang paradigma baru pembangunan ekonomi di daerah secara lebih tepat.

Paradigma baru pembangunan ekonomi daerah mengandaikan pembangunan yang ada di daerah mencakup hal berikut:
a. Pembangunan dilakukan dengan mempertimbangkan potensi daerah bersangkutan, serta kebutuhan dan kemampuan daerah menjalankan pembangunan.
b. Pembangunan daerah tidak hanya terkait dengan sektor ekonomi semata melainkan keberhasilannya juga terkait dengan faktor lainnya seperti social, politik, hukum, budaya, birokrasi dan lainnya.
c. Pembangunan dilakukan secara bertahap sesuai dengan Skala prioritas dan yang memiliki pengaruh untuk menggerakkan sektor lainnya secara lebih cepat.
Dalam pemahaman Hirschman, pembangunan memerlukan prioritas, pilihan lokasi, individu maupun sektor strategis yang juga punya efek forward dan backward. Hirschman (1958) mengemukakan bahwa di daerah miskin banyak kendala yang dihadapi setiap sektor untuk melaksanakan strategi kebijakan pertumbuhan berimbang {balance growth). Hal tersebut akan mempersulit pelaksanaan dari strategi kebijakan pertumbuhan berimbang. Hirschman menyatakan strategi kebijakan yangpaling tepat adalah strategi kebijakan pertumbuhan tidak berimbang. Karma itu dalam analisis backward linkage dan forward linkage, strategi kebijakan pertumbuhan tidak berimbang mengakui adanya komplementasi antar sektor melalui hubungan permintaan output dan penawaran input. Hirschman membedakan kedua kaitan antar sektor tersebut sebagai forward linkage dan backward linkage. Forward linkage adalah kaitan antar sektor ke arah permintaan output dan backward linkage adalah kaitan antar sektor ke arah penawaran input.
Di era otonomi, pembangunan ekonomi haruslah dilakukan secara serentak pada setiap sektor, walaupun menurut Hirschman (Todaro, 1985), bahwa untuk negara (daerah) berkembang pembangunan ekonomi tidak dilakukan secara serentak {unbalanced growth) yaitu dengan menetapkan sektor unggulan, dimana sektor unggulan ini akan berimplikasi ke depan {forward linkages) dan hubungan ke belakang (backward linkages). Pemerintah haras memberikan kejelasan bahwa kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi yang akan dicapai sesuai dengan kehendak masyarakat daerah, karma masyarakat itu sendirilah yang lebih mengetahui sektor ekonomi mana yang perlu ditingkatkan, dikembangkan, dipertahankan, sesuai dengan sosio-kultur daerah tersebut.
PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN
Kalau pada model awal pembangunan yang ditekankan adalah perlunya kapitalisasi, kemudian dalam model distribusi sosial muncul kesadaran akan keadaan marginalitas yang dihasilkan oleh konsep pembangunan dengan arti pertumbuhan, maka kemudian tampil sejumlah pengulas teori pembangunan – terutama yang berasal dari negara berkembang sendiri, seperti Amerika Latin – yang meninjaunya dari sudut tekanan historis mengenai hubungan antara negara maju dengan negara terbelakang. Bagi kelompok analis ini, yang menjadi masalah utama yang sebenarnya bukan terletak pada kuantitas pertumbuhan ekonomi (seperti yang diukur dengan persentase tingkat pertumbuhan per tahun), ataupun pada kualitas pertumbuhan sosial, melainkan pada kualitas dari proses pencapaian pertumbuhan itu sendiri.
Pandangan ini tetap mengakui pentingnya pembangunan ekonomi dan sosial, namun menurut mereka persoalan kunci adalah: siapa yang mengendalikan pembangunan? Apakah negara-negara yang sedang membangun itu merupakan objek pembangunan – kendali tujuan berada di tangan seseorang di luar mereka – atau mereka merupakan subjek pembangunan – yakni mengendalikan sendiri tujuan mereka itu? Dalam menjawab pertanyaan inilah kemudian muncul teori-teori dependensi (ketergantungan) dan teori keterbelakangan {underdevelopment).
Teori Dependensi
Menurut Servaes (1986) teori-teori dependensi dan keterbelakangan lahir ftftegai hasil “revolusi intefektuai” secara umum pada pertengahon tahun 60-an sebagai tantangan para ilmuwan Amerika Latin terhadap pandangan Barat mengenai pembangunan. Meskipun paradigma dependensi dapat dikatakan asli Amerika Latin, namun “bapak pendiri” perspektif ini adalah Baran, yang bersama Magdoff dan Sweezy merupakan juru bicara kelompok North American Monthly Review.
Frank (1972) menolak anggapan yang umum bahwa pembangunan akan terjadi menggantikan tahap kapitalis, dan bahwa negara-negara yang terbelakang sekarang ini masih dalam suatu tahap, yang kadang-kadang digambarkan sebagai suatu tahap sejarah yang orisinal, melalui manginegara-negara yang sekarang sudah maju, telah melewatinya di masa silam, Secara garis besar, yang dimaksud dengan dependensi adalah, suatu keadaan di mana keputusan-keputusan utama yang mempengaruhi kemajuan ekonomi di negara berkembang seperti keputusan mengenai harga komoditi, pola investasi, hubungan moneter, dibuat oleh individu atau institusi di luar negara yang bersangkutan.
Strategi Baru Pembangunan

Sejumlah pemikir pembangunan (kebanyakan para ekonom) telah berkumpul pada Pertemuan Houston tahun 1977 untuk menjajagi suatu “strategi baru pembangunan” (Hill, 1979). Dalam pertemuan itu, teori tinggal landas Rostow, atau tabungan dan industrialisasi dari Nurkse telah dikritik oleh Seers, Streeten, Cardoso, dan Hirschman.
Pandangan Streeten tentang strategi baru bagi masa depan pembangunan merupakan ringkasan dan pemikiran-pemikiran koleganya, yakni penegasan mengenai:
a. pendekatan kebutuhan dasar untuk mayoritas kaum miskin melalui peningkatan pelayanan sosial;
b. penekanan pada distribusi pertumbuhan sebagai indikator pembangunan;
c. pertanian sebagai sektor prioritas ekonomi dan pemberian kredit, informasi, inputs, dan infrastruktur pasar bagi kaum miskin;
d. teknologi padat karya dan tepatguna lainnya;
e. penekanan pada aspek sosial dan politik sekaligus ekonomi dari pembangunan.
la herkesimpulan hahwa pelajaran dari 25 tahun pemikiran pembangunan menunjukkan baik ide-ide besar Keynes maupun penekanan Marx pada kepentingan ekonomi kalangan elit yang berkuasa, telah tidak memadai dalam menjelaskan masalah kompleksitas dan kontradiksi pembangunan.
Pembangunan dalam Perspektif Historis

Agaknya konstatasi penganut aliran fenomenologi yang menegaskan bahwa proses mental seseorang atau masyarakat, membentuk realita sosiaJ, bahwa kesadaran seseorang atau masyarakat mewamai persepsi mereka terhadap realita, dapat menjadi explanatory variable mengapa konsep pembangunan begitu multi-interpretable. Pembangunan sebagaimana realita pada umumnya, menjadi self projected reality yang kemudian menjadi acuan dalam proses pembangunan. Pembangunan jugs seringkali menjadi semacam ideology of developmentalism. Kesadaran sesuatu bangsa yang terbentuk melalui pengalamannya, baik pengalaman sukses maupun kegagalan-kegagalan yang dialami, amat menentukan interpretasi mereka tentang pembangunan. Namun, karena pengalaman sesuatu bangsa yang mempengaruhi kesadaran tersebut tidaklah stasis, maka interpretasi mereka tentang pembangunan tidak pula stasis. Melalui mata-rantai pemithosan dan demistifikasi paradigma pembangunan, terjadilah pergeseran-pergeseran paradigma tadi. Paradigma pembangunan yang pada suatu waktu tertentu menjadi acuan pembangunan nasional, dapat saja mengalami proses demistifikasi, sementara paradigma-paradigma baru timbul menggantikannya.
Menggugat Konsep Pembangunan
Keberhasilan paradigma pertumbuhan mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, telah membawa berbagai akibat yang negatif. Momentum pembangunan dicapai dengan pengorbanan {at the expense of) deteriorasi ekologis, penyusutan sumber alam, timbulnya kesenjangan sosial, dan dependensi. Kritik-kritik tajam ditujukan pada paradigma ini. Sejumlah pemikir di Massachusetts Institute of Technology dan Club of Rome, misalnya, memperingatkan bahwa kalau laju pembangunan dunia dan pertumbuhan penduduk dunia tetap seperti ini, pada suatu ketika akan tercapai batas ambang (threshold) pertumbuhan, dan akan terjadi kehancuran planet bumi ini sebagai suatu sistem. Mereka berpendapat bahwa di dalam satu abad, batas ambang pertumbuhan akan tercapai.
Pembangunan Yang Berwawasan Lingkungan
Keberhasilan paradigma pertumbuhan mencapai pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat seringkali harus dicapai melalui pengorbanan (at the expense of) yang berupa deteriorasi ekologis, baik yang berwujud kerusakan tanah (soil depletion), penyusutan sumber alam yang tidak dapat diperbaharui lagi (non-renewable resources), desertifikasi, dan sebagainya. Upaya-upaya mewujudkan masyarakat yang berkelimpahan (affluent society), bukannya tanpa pengorbanan yang membahayakan planet bumi ini. Hal ini telah menimbulkan kritik-kritik tajam terhadap paradigma pertumbuhan.
Kebijaksanaan Dasar Pembangunan
Kegiatan pertama yang utama dalam pekerjaan perencanaan adalah perumusan daripada kebijaksanaan dasar pembangunan. Kebijaksanaan dasar pembangunan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang perkembangan yang hendak ditempuh atau dalam istilah Prof. Tinbergen “projection of a pattern of deve¬lopment”.
Seringkali hal ini juga disebutkan sebagai perumusan atau penentuan strategi pembangunan, yaitu penetapan tujuan dan cara yang terbaik mencapai tujuan itu berdasar sumber daya dan dana yang ada serta mampu dikerahkan. Sudah barang tentu dalam penentuannya tergantung pula daripada nilai politik, sosial dan ekonomi yang dianut oleh suatu masyarakat bangsa tertentu.

Pembangunan

Keterlibatan AS di negara-negara yang baru merdeka tidak berakhir dengan dukungannya bagi dekolonisasi begitu saja. Setelah terlibat secara aktif dalam drama dekolonisasi, AS tetap sibuk di negara-negara tersebut melalui beraneka macam program pembangunan, seperti penyediaan bantuan pembangunan bilateral maupun multilateral dengan sarana publik maupun swasta. Menggeliat dari kolonialisme, negara-negara baru merdeka dianggap tidak punya kapasitas otonom untuk membangun. Mereka semuanya tergantung pada bantuan keuangan dan bantuan teknologi dari negara-negara industri. Dalam konteks inilah sebuah agenda baru bagi pembangunan ekonomi dirancang guna merekonstruksi negara-negara itu. Paradigma AS-Eurosentris dan resep bagi keterbelakangan tepat berada di jantung proses rekonstruksi tersebut. Definisi, tujuan dan pemilahan instrumen-instrumen kebijakan untuk menanggulangi problem-problem keterbelakangan negara-negara baru merdeka itu sepenuhnya asing bagi negara-negara tersebut. Gagasan pembangunan itu memang dirumuskan pihak luar dan diberlakukan di negara-negara itu tanpa mengindahkan sejarah keterbelakangan mereka (Mehmet, 1995, hal. 57). Seperti halnya dukungan Amerika pada dekolonisasi dan gerakan anti kolonial, motif keterlibatan AS dalam program pembangunan negara-negara yang baru merdeka juga menimbulkan berbagai interpretasi.

Rencana Pembangunan Ekonomi Disiapkan
JAKARTA (Suara Karya) Pemerintah menyiapkan rencana induk percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia 2011-2025 yang diharapkan selesai pada akhir Maret 2011.
"Hasilnya akan diluncurkan oleh Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono) bersamaan dengan peresmian proyek tertentu pada awal April 2011," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Armida Alisjahbana di Jakarta, Senin (7/2).
Dia menyebutkan, penyusunan rencana induk itu melibatkan sekitar 400 peserta yang terdiri dari menteri, pimpinan lembaga, pejabat eselon I, gubernur, Komite Ekonomi Nasional, Komite Inovasi Nasional, badan usaha milik negara (BUMN), asosiasi dunia usaha, pakar, dan akademisi.
Penyusunan rencana induk ini merupakan langkah awal menuju Indonesia menjadi negara maju serta menjadi 10 kekuatan besar dunia pada 2025 dan enam besar dunia pada 2050. Ini dilakukan melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif, adil, dan berkelanjutan.
Strategi penyusunan rencana induk meliputi tiga elemen utama, yaitu mengembangkan enam koridor ekonomi Indonesia dengan membangun pusat-pusat pertumbuhan di setiap koridor. Ini dengan mengembangkan kluster industri dan atau kawasan ekonomi khusus yang berbasis sumber daya unggulan. Selain itu, memperkuatkonektivitas, nasional yang meliputi konektivitas intra dan antarpusat pertumbuhan di pulau dan pintu perdagangan internasio nal. Sedangkan elemen ketiga mempercepat kemampuan iptek nasional untuk mendukung pengembangan program utama.
Sementara itu, Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pada 2025, PDB Indonesia diharapkan akan mencapai sekitar 3,8 miliar hinggga 4,5 miliar dolar AS, sementara pendapatan per kapita mencapai 12.9000 hingga 16.100 dolar AS sehingga Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi dan menjadi kekuatan ekonomi dunia.
Rencana induk, lanjutnya, akan memuat delapan program utama, di mana di dalamnya terdapat 18 aktivitas ekonomi. Kedelapan program itu meliputi bidang industri, pertambangan, pertanian, kelautan, pariwisata, telekomunikasi, energi, dan pembangunan kawasan. Program utama industri meliputi enam aktivitas ekonomi, yaitu pengembangan industri baja, pengembangan industri makanan-mi-numan, industri tekstil, industri mesin dan peralatan transportasi, industri perkapalan, dan pengembangan lahan pangan.
Sedangkan program utama pertambangan itumeliputi aktivitas pengembangan pengolahan nikel, pengembangan pengolahan tembaga, dan pengembangan pengolahan bauksit. Program pertanian itu meliputi pengembangan kelapa sawit dan pengembangan karet, sementara program kelautan meliputipengembangan perikanan. Di sisi lain, bidang pariwisata meliputi kegiatan pengembangan pariwisata serta bidang telekomunikasi meliputi pengembangan telematika. Untuk bidang energi meliputi kegiatan ekonomi, pengembangan batu bara, sertapengembangan minyak dan gas. Sementara program utama kawasan meliputi pengembangan metropolitan Jabodetabek dan pengembangan Jembatan Selat Sunda.
Menurut Hatta, rencana induk tidak saja memberikan panduan arah pereko-nomian ke departemen, tetapi juga menyajikan sebuah rencana bisnis untuk "Indonesia Incorporated" yang lebih kredibel. "Ini harus menjadi produk yang bisa menawarkan terobosan perbaikan ke depan atau cut off dah problem masa lalu,"tutur Hatta. (Bayu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar