Minggu, 21 Oktober 2012

Rupiah Melemah Seiring Rendahnya Transaksi Obligasi

Nama : Arien Kurniawan. H
NPM : 21210064
Kelas : 3 EB 20




         Pelemahan rupiah di Tanah Air terjadi seiring dengan rendahnya frekuensi dan volume transaksi obligasi di Indonesia. Selain itu, perlambatan ekonomi yang terjadi di global dan regional terutama China, juga turut mempengaruhi.

Data Bank Indonesia (BI) memprediksi pair nilai tukar rupiah akan berada di kisaran Rp8.900-Rp9.200 per USD di sepanjang 2012. Namun saat ini, rupiah sudah melemah menembus level psikologisnya di level Rp9.600.

Menurut Director and Head of Global Markets HSBC Ali Setiawan hal tersebut cukup berpengaruh pada bond market saat ini, harga obligasi yang cukup tinggi membuat investor baik asing dan lokal menahan diri untuk melakukan transaksi karena suplai yang cukup rendah.

"Sebaiknya ada instrumen tambahan sehingga investor lebih banyak plihan untuk berinvestasi. Saat ini, total nilai obligasi kepemilikan asing mencapai 30 persen atau senilai Rp250 triliun," katanya di Jakarta, Jumat (19/10/2012).

Ali menambahkan, yield di Indonesia masih cukup tinggi, tetapi setiap tahun memang turun terus karena permintaannya juga semakin banyak.

"Tetapi overall yield Indonesia dibandingkan negara kawasan masih cukup bagus. Potensi penyerapan di pasar obligasi masih cukup besar,"

Tumbuhkan Rasa Pede

Nama : Arien Kurniawan. H
NPM : 2120064
Kelas : 3 EB 20



           Rasa percaya diri penting untuk dimiliki setiap orang, apalagi ketika kita memasuki dunia kerja dengan persaingan yang tinggi. Jika kita tidak percaya pada kemampuan diri, bagaimana orang lain akan percaya pada kemampuan kita?
Untuk itu, kita perlu membangun dan mengembangkan rasa percaya diri alias pede pada batas proporsional. Sebab, rasa percaya diri berlebihan justu akan menjatuhkan kita di mata orang lain.

Menurut buku Anak Bawang Cari Peluang, terdapat beberapa cara untuk mengembangkan rasa pede. Berikut tips agar kita bisa tampil pede di hadapan rekan-rekan dan bos di kantor.

Puji diri sendiri
Jangan tunggu pujian dari orang lain ketika kita memang berhasil mengerjakan atau mencapai sesuatu. Mulailah berikan pujian sekecil apapun dari diri sendiri. Bentuknya pun beragam seperti membeli suatu barang yang memang telah lama kita idam-idamkan. Selama dalam batas yang wajar, memberi pujian kepada diri sendiri justru memacu kita untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan tugas-tugas pekerjaan selanjutnya.

Buat orang lain menghormati kita
Ketika kita ingin dihormati orang lain maka kita harus terlebih dahulu menghormati diri sendiri. Berbicara seenaknya dan berpakaian tidak pantas merupakan suatu bentuk kita tidak menghormati diri sendiri. Setelah mampu menghormati diri sendiri, buatlah orang lain menghormati kita. Bagaimana caranya? Cukup sederhana. Hormatilah rekan kerja tanpa memandang pangkat dan jabatan. Dengan sendirinya mereka akan segan dan menghormati kita. Perasaan dihormati dan dihargain orang lain ini menjadi 'suntikan' untuk meningkatkan rasa pede.

Jangan takut gagal!
Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. Orang sukses sekalipun juga pernah mengalami kegagalan. Maka, ketika kita mengalami kegagalan dalam melaksanakan sebuah pekerjaan, jangan terpaku pada hal tersebut. Jangan biarkan pengalaman itu membuat kita takut untuk terus mencoba dan berusaha. Jika kita mampu mengenyahkan rasa cemas dan takut gagal, dengan sendirinya rasa pede pun akan meningkat.

Buat target sukses lebih jauh
Sering kali kita merasa terlena ketika berhasil mencapai target yang ditentukan. Namun, jika hanya merasa puas pada tahap tersebut, kita tidak akan berkembang. Teruslah menetapkan target lebih tinggi dan lebih jauh karena akan terus memacu kita untuk berusaha dan bekerja lebih keras.

Yakin bisa
Memberikan sugesti positif pada diri setiap kali diberikan tugas baru oleh atasan akan meningkatkan rasa percaya diri. Tanamkan pada diri sesulit apapun tugas yang diberikan, kita akan mampu menyelesaikannya.

Rupiah Tak Mulus, Situasi Global Jadi 'Kambing Hitam'

Nama : Arien Kurniawan. H
NPM  : 21210064
Kelas : 3 EB 20


 
          
             Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menguat tidak sejalan dengan pelemahan yang terjadi pada rupiah. Hal tersebut tidak serta merta karena fundamental Indonesia yang kurang bagus, namun dipengaruhi global.

Data Bank Indonesia (BI) memprediksi nilai tukar rupiah akan berada di kisaran Rp8.900-Rp9.200 per USD di sepanjang 2012. Namun pada kenyataannya, pergerakan rupiah sudah menyentuh hingga di level Rp9.600 per USD.

"Pelemahan rupiah tidak serta merta terjadi karena fundamental Indonesia yang jelek, namun hal tersebut sejalan dengan perlambatan ekonomi yang terjadi di global dan regional, terutama China," kata Director and Head of Global Market HSBC Ali Setiawan, di Jakarta, Jumat (19/10/2012).

Selain itu, Ali menambahkan bahwa perlambatan ekspor serta kenaikan tingkat impor barang baku menjadi faktor utama melesatnya permintaan atas dolar AS karena bila dilihat perekonomian Indonesia cukup tergantung dengan ekspor bahan baku, terutama batu bara.

"Hal lain yang juga ikut mempengaruhi pelemahan rupiah adanya kenaikan harga minyak dunia karena dengan semakin mahal harga minyak dunia, semakin banyak dolar AS yang diperlukan untuk membeli minyak”.

Lulusan S-2 Tak Jamin Gampang Dapat Kerja

Nama : Arien Kurniawan. H
NPM : 21210064
Kelas : 3 EB 20



          Jumlah mahasiswa pascasarjana sejak 10 tahun terakhir mengalami lonjakan 78 persen dari sekira 100 ribu menjadi lebih dari 180 ribu. Padahal, gelar master ini ternyata sering tidak menjadi kriteria pertama yang dipertimbangkan oleh perusahaan saat berburu karyawan baru.

Menurut 1.111 Job Bank, sebesar 66 persen dari perusahaan yang disurvei menyatakan, gelar master tidak akan secara signifikan menguntungkan pencari kerja. "Tingkat gelar seseorang biasanya bukan sesuatu yang paling dipedulikan oleh perusahaan. Kami lebih suka memiliki seseorang yang memiliki passion dan memulai kepemimpinan yang baik sejalan dengan visi perusahaan kami," kata Public Affairs Officer Carrefour Manajer Margery Ho, seperti dikutip dari The China Post, Minggu (21/10/2012).

Namun, menurut Job Bank, masih ada cukup banyak industri yang memberikan bobot tinggi untuk gelar master terutama di sektor-sektor yang memerlukan keahlian profesional, seperti teknologi informasi dan biokimia. "Apakah suatu industri membutuhkan karyawan bergelar master atau tidak, itu tergantung pada jenis industri tersebut," ujar Ho.

Deputy General Manager Job Bank Henry Ho mengungkapkan, banyak lulusan perguruan tinggi memutuskan untuk mencoba untuk meraih gelar master karena takut menjadi pengangguran segera setelah lulus. Hal ini terjadi akibat adanya laporan pada Agustus lalu bahwa sebesar 4,4 persen pengangguran adalah bergelar sarjana.

"Sebuah gelar master memang bernilai dan diakui. Namun yang lebih penting, kita harus mencari tahu apa jenis kemampuan yang akan membuat industri tertarik pada kita sebelum akhirnya terjun ke pendidikan tinggi," papar Ho.

Untuk beberapa industri seperti komunikasi dan pelayanan, Ho menyarankan agar para lulusan untuk masuk ke lingkungan kerja sebelum kembali melanjutkan gelar master. Sebab, pada bidang ini, pengalaman kerja sangat diperlukan. "Setelah beberapa tahun, Anda dapat kembali dan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi untuk kesempatan gaji yang lebih tinggi pula," tukasnya.

Berdasarkan survei tersebut, rata-rata gaji awal untuk lulusan bergelar master adalah TWD35.132 atau sekira Rp11,5 juta (Rp328 per New Taiwan Dollar). Namun, sebesar 26,9 persen perusahaan mengatakan, mereka diminta untuk menghindari mempekerjakan para lulusan S-2 untuk mengurangi biaya. Selain itu, sejumlah perusahaan ini mengaku, tugas-tugas yang diberikan kepada para karyawan tidak membutuhkan pendidikan tinggi dan mereka memiliki kekhawatiran jika para lulusan S-2 kemungkinan memiliki sikap yang 'arogan'.

"Kami pernah memiliki orang-orang dengan gelar master yang ingin melewati bagian dasar sebuah pekerjaan dan ingin langsung melompat ke tingkat manajer. Mereka tidak mengerti jika level dasar adalah tempat untuk memulai bagi setiap orang. Apalagi jika dibandingkan dengan mereka yang langsung mulai bekerja setelah lulus, maka para lulusan S-2 ini sudah dua tahun tertinggal mengenai pengalaman pekerjaan," kata Margery Ho.

Salah satu lulusan S-2 bermarga Dai yang diterima pada enam program master berbeda untuk studi keuangan menyatakan tidak akan mengharapkan gaji yang lebih tinggi ketika mulai karirnya. "Saya tidak akan punya pengalaman bekerja, jadi saya tidak akan mengharapkan gaji yang tinggi saat memulai. Saya rasa gelar master memberi saya tiket untuk maju ke posisi yang lebih baik di perusahaan besar dan gaji yang lebih tinggi,

Selasa, 16 Oktober 2012

Korupsi di Indonesia Ibarat Kanker Ganas

NAMA : ARIEN KURNIAWAN. H       
NPM     : 21210064
KELAS : 3 EB 20


               Perilaku korupsi di jajaran birokrasi pemerintahan saat ini tergolong sangat parah. Jika diibaratkan penyakit dalam tubuh manusia, tak ubahnya seperti penyakit kanker ganas yang akar-akarnya sudah menjalar ke seluruh bagian tubuh. Meski belum sampai kepada ajal, penderitaan akibat dari penyakit ini sungguh amat menyakitkan.

             Saat ini kita dapat menyaksikan berbagai peristiwa yang memilukan, sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari penyakit ini. Jumlah orang miskin di Indonesia masih tergolong tinggi, ribuan orang terpaksa harus antri untuk menerima Bantuan Langsung Tunai. Banyak orang harus berduyun-duyun untuk menerima zakat, yang besarnya tidak seberapa. Di Jakarta ditemukan sekelompok orang yang terpaksa memakan daging dan makanan lainnya yang diambil dari tumpukan sampah. Banjir terjadi dimana-mana, karena hasil hutannya dikorupsi secara besar-besaran. Angka Indeks Pengembangan Sumber Daya Manusia masih sangat memprihatinkan, karena dana pendidikan juga tidak luput dari keganasan serangan penyakit ini. Ketidakadilan dalam hukum masih dirasakan di berbagai belahan wilayah hukum kita, karena para penegak hukumnya sangat rentan terhadap serangan penyakit ini. Tentunya masih banyak lagi penderitaan-penderitaan lainnya. Penyakit ini telah menyerang tubuh mulai dari ujung kepala hingga ke ujung kaki Di bagian kepala, kita telah menyaksikan jenis penyakit yang menyengsarakan rakyat ini, sebagaimana diperagakan oleh oknum anggota DPR, oknum Menteri, oknum Kejaksaan Agung, oknum Bank Indonesia, oknum Mabes POLRI, dan oknum KPU. Di bagian tubuh tengah atau sebut saja bagian dada dan perut, kita juga telah menyaksikan oknum Gubernur dan beberapa pejabat lainnya di tingkat provinsi. Sementara di bagian kaki, ada beberapa Bupati, sejumlah anggota DPRD Kabupaten/Kota, dan sejumlah pejabat lainnya yang berada di wilayah bagian kaki, termasuk mereka yang berada di bagian telapak kaki.

               Sebagian dari mereka, ada yang sudah jelas-jelas dinyatakan terkena penyakit dan sedang menjalani pengobatan di beberapa Lembaga Pemasyarakatan dan sebagian lagi ada yang masih dalam taraf dugaan (suspected) dan sedang menjalani proses diagnosis. Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk siap-siap menjalani pengobatan pula.

                Kanker ganas yang menyerang bagian kepala biasanya jauh lebih berbahaya, karena di sana terdapat otak yang berfungsi sebagai pusat pengendali aktivitas kehidupan Begitu juga dengan penyakit korupsi, korupsi pada bagian kepala, kerugian yang diderita negara bisa mencapai milyaran bahkan trilyunan rupiah. Sementara korupsi di tingkat telapak kaki mungkin hanya bernilai recehan, tetapi ibarat penyakit kanker, meski berada di bagian telapak kaki dan bersifat recehan, jika dibiarkan tetap saja akan membahayakan dan merugikan. Kebijakan Otonomi Daerah, yang semula bertujuan untuk memberdayakan masyarakat di tingkat bawah (grass root), malah disinyalir telah semakin mendorong tumbuh suburnya korupsi di bagian kaki ini. Bahkan tingkat bahayanya pun hampir sudah bisa menandingi penyakit korupsi di bagian kepala.
Begitu parahnya penyakit korupsi di Indonesia, ternyata tidak hanya terjadi pada saat berada di dalam negeri atau kampung halaman sendiri, ketika berada di luar negeri sekalipun, penyakit ini masih terbawa-bawa, seperti apa yang dilakukan oleh oknum Duta Besar dan Konsulat Jenderal.. Memang sudah sangat keterlaluan cara-cara korupsi yang dilakukan anak bangsa ini, jangan-jangan suatu saat ketika sedang dijerumuskan ke dalam neraka jahanam pun, masih ada orang Indonesia yang nekad berbuat korupsi. Akibat penyakit korupsi yang sudah sangat akut dan kronis ini, maka tidak mengherankan jika saat ini Indonesia dinyatakan sebagai lima besar negara terkorup di dunia. Sungguh menjadi ironis, ketika bangsa lain sedang berusaha membangun negaranya untuk dapat menjadi negara SUPER POWER yang disegani dan dihormati oleh bangsa lainnya, yang terjadi di Indonesia malah ramai-ramai orang berkorupsi membentuk negara SUPER CORRUPT.
Untuk menyembuhkan penyakit korupsi yang demikian parah ini, akhirnya datanglah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Kehadiran KPK dapat diibaratkan sebagai Dokter Spesialis Korupsi dan sebagaimana layaknya seorang Dokter Spesialis, kemampuan dan komitmennya pasti lebih unggul. Peralatan dan metode yang digunakan pun tidak lagi menggunakan cara-cara konvensional, dan hasilnya boleh dikatakan tidak terlalu mengecewakan, setidaknya bisa mengurangi beban penderitaan sang pasien. Beberapa kasus yang telah disebutkan di atas, diantaranya merupakan hasil diagnosis dan kerja keras dari KPK, sang Dokter Spesialis Korupsi ini.
Mungkin karena usianya relatif masih muda, langkah-langkah yang diambil sang Dokter Spesialis Korupsi ini pun tampaknya belum bisa menjangkau seluruh bagian tubuh, baru bagian-bagian tubuh tertentu saja. Andaikan Dokter Spesialis Korupsi ini terus bergerak melakukan kiprahnya secara konsisten, maka hampir bisa dipastikan ke depannya akan semakin banyak ditemukan bagian-bagian tubuh yang terjangkiti penyakit, baik yang berada di bagian kepala, perut, maupun telapak kaki, dan orang-orang yang perlu dirawat pun akan semakin bertambah.
Seharusnya pekerjaan mendiagnosis penyakit korupsi ini dilakukan oleh lembaga Kejaksaan dan Kepolisian, namun kedua lembaga penegakan hukum ini tampaknya sedang dirundung penyakit yang sama, bahkan diduga kondisinya jauh lebih parah. Tidak sedikit kasus korupsi yang ditangani kedua lembaga tersebut, bukannya menjadi sembuh tapi malah menjadi semakin parah, karena bentuk dan metode pengobatan yang digunakannya menyimpang dari prosedur seharusnya alias memberantas korupsi dengan cara korupsi lagi ! Bagi oknum jaksa atau polisi yang sudah terserang penyakit ini, kehadiran KPK mungkin akan dianggap sebagai kompetitor yang telah merebut lahan bisnisnya sekaligus juga ancaman bagi dirinya.
Tentunya kita semua berharap, penyakit korupsi ini dapat segera sembuh secara tuntas. Kita tidak menghendaki esok atau lusa ada orang lain yang berucap: “TURUT BERDUKA CITA, TELAH BERPULANG KE RAHMATULLAH SEBUAH NEGERI YANG BERNAMA INDONESIA”, MENINGGAL DISEBABKAN OLEH PENYAKIT KORUPSI YANG TAK TEROBATI.